Jakarta (GemaJakarta) - Idul Adha 1433 H tahun ini, menurut
Ketua Badan Pelaksana Pengelola Masjid Istiqlal, Mubarok, seharusnya dimaknai
dengan lebih bertoleransi antar warga Indonesia. "Idul Adha kali ini harus
dimaknai dengan toleransi antar umat beragama maupun antar suku," katanya.
Mubarok saat ditemui di kantornya, Jakarta, Jumat. Dia
mengatakan, sudah sewajarnya semua orang mengeliminasi segala sikap yang
berpusat pada dirinya sendiri. "Egoisme, baik pribadi maupun kelompok
harus dihilangkan," katanya.
Idul Adha tahun ini terjadi saat begitu banyak kejadian
korupsi, dan perseteruan horizontal --di antaranya di Poso, Sulawesi Tengah--
warga bisa 'mengorbankan' semua sikap yang tidak terpuji.
"Kita harus mengorbankan sikap-sikap tidak terpuji.
Serta hidup dalam kebhinnekaan," katanya. Diperlukan kelapangan dada serta
sikap toleransi antar warga agar bisa tercipta sebuah komunikasi dua arah yang
lancar. "Itu juga mengurangi cara kekerasan digunakan dalam menyelesaikan
masalah," katanya.
Sebagai negara dengan warga Islam terbesar, tidak juga
membuat negara harus menyelesaikan masalah dengan syariat Islam. Karena mengacu
pada sejarah kepemimpinan Nabi Muhammad SAW di Madinah yang tidak melulu
mengutamakan umat Islam, bahkan dalam pembuatan undang-undang.
"Selama di Madinah, dari 87 pasal di Piagam Madinah, 40
di antaranya berkaitan dengan nonmuslim," katanya. Menurut dia, meski
menggunakan syariat Islam namun peraturan syariat tersebut hanya berlaku untuk
umat Islam saja.
"Kalau ada masalah antara Yahudi atau Kristen, ya
mereka selesaikan sesuai dengan agama mereka," kata Mubarok. Masyarakat
seharusnya bisa belajar dari sikap Rasul yang menghormati serta bertenggangrasa
dengan umat lain.
"Rasul saja hormat dengan jenazah umat nonmuslim,
apalagi kepada yang masih hidup. Harusnya kita bisa berkaca dari sana,"
katanya. (ant)