GemaJakarta – Jakarta,
Ribuan buruh yang tergabung dalam Gabungan Serikat Pekerja Manufaktur
Independen Indonesia (GSPMII) dimulai dari Bunderan Hotel Indonesia (HI) hingga
Istana Presiden (Monas), Jumat,(01/05).
Sejak tahun 2014, 1 Mei telah
dijadikan sebagai hari buruh internasional bukan atas pemberian tetapi di dapat
dari perjuangan kaum pekerja untuk menjadikan 1 mei menjadi hari buruh
International dan telah mendapat perhatian dari pemerintah.
Berikut press release yang dibuat
GSPMII, saat diperoleh oleh tim wartawan GemaMedia Group pada saat Hari Buruh
International atau Mayday 2015 di Monas.
Sistem kerja kontrak/PKWT merupakan
momok yang menakutkan bagi pekerja, yang telah disuarakan dan dituntut sejak
lahirnya UU No.13 tahun 2003 khususnya Pasal 59, tetapi tidak pernah ditanggapi
oleh pemerintah dan pemerintah melalui menteri tenaga kerja mengeluarkan
peraturan pelaksananya melalui Kepmen No.100 tahun 2004, tentang pelaksanaan
Perjanjian kerja waktu tertentu hanya pekerjaan yang bersifat sementara yang
selesainya tidak lebih dari 3 tahun, bukan pekerjaan musiman dan bukan
pekerjaan yang bersifat tetap.
Apakah
aturan tersebut diterapkan dalam dunia industri ?
“sama sekali tidak, mayoritas
perusahaan menggunakan pekerja PKWT untuk menjalankan produksinya yang tidak
pernah selesai, secara terus menerus dan tidak dibatasi oleh waktu, karena
tidak ada satupun perusahaan atau manufaktur didirikan untuk masa 3 tahun.
Bagaiman
dengan Sistem Kerja Outsourcing, apakah pemerintah telah mengambil tindakan
dalam mengatasi ini ?
“tidak ada tindakan apapun, sungguh
menyedihkan sebagai bangsa yang besar, yang merupakan tujuan investor untuk
berinvestasi, tetapi rakyatnya untuk bekerja saja diharuskan membayar sejumlah
uang kepada pengelola untuk disalurkan keperusahaan pengguna.”
Bagaimana
dengan Iuran BPJS ?
Peralihan dari badan penyelenggara
Jamsostek ke badan penyelenggara BPJS, hal tersebut telah menimbulkan banyak
persoalan, dimana hak sebagai pekerja terhadap premi/iuran khusus dalam hal
jaminan pelayanan kesehatan untuk pekerja lajang 3% dan pekerja yang
berkeluarga 6%, sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemberi kerja/pengusaha,
sebagaimana diatur dalam UU No.3 Tahun 1992 Pasal 20 yang berbunya “iuran Jaminan Kecelakaan Kerja, iuran
jaminan kematian, dan iuran jaminan pemeliharaan kesehatanditanggung oleh
pengusaha,” tetapi secara tiba-tiba hal tersebut telah ditelikung sendiri
oleh pemerintah dengan mengalihkan beban atas iuran dibayarkan sendiri oleh
pekerja yang besarnya 0.5% s/d 1% dari gaji atau upah perbulan melalui UU No.24
tahun 2011 dan Perprs No.111 Tahun 2013 dengan menurunkan tanggung jawab dari
pengusha semula 6% menjadi 4%.
Jaminan kesehatan pekerja merupakan
tanggung jawab dari pemberi kerja, bukan tanggung jawab pekerja, untuk itu
Pemerintah segera menghapuskan iuran dari pekerja.
Bagaimana
dengan permasalahan PPHI ?
Berjalannya waktu dan berubahnya
upah pekerja dari tahun ke tahun, telah menimbulkan dampak atas biaya perkara
di pengadilan, sebagaimana diatur dalam pasal 58 UU No.2 Tahun 2004, nilai
gugatan Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah), dikenakan biaya
perkara.
Sementara nilai tersebut dibuat
sepuluh tahun yang lalu yang tidak mungkin terlampaui, tetapi untuk masa
sekarang nilai tersebut sudah tidak relevan.
Sudah layaknya pemerintah menghapus
biaya perkara di Pengadilan, jangan mengejar penerimaan non pajak dari pekerja
yang sedang dalam proses PHK, untuk bertahan hidup saja mereka sudah sulit.
Bagaimana peran seorang menteri yang
bertanggung jawab terhadap ketenagakerjaan, dimana peran seorang Pengawas
Ketenagakerjaan yang seharusnya berperan aktif guna menegakkan peraturan
ketenagakerjaan tersebut, wajar jika hal tersebut telah menimbulkan pertanyaan
yang besar, jangan sampai keadaan ini dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak
bertanggung jawab.
Oleh karena itu, kami Dewan Pimpinan
Pusat GSPMII menyatakan Sikap PKWT, Ousourcing/alih daya dan segala aturannya
sama sekali tidak mempunyai azas manfaat, jauh dari keadilan dan telah memotonh
harapan dan menghapu masa depan anak-anak bangsa, oleh karenanya satu kata,
Hapuskan Sistem Kerja Kontrak dan Sistem Kerja Outsourcing.
Lalu
apa pesan untuk Presiden?
Bapak Presiden Jokowi sang pelopor
Revolusi Mental, penggas kabinet kerja, kerja, dan kerja, melihat kondisi dan
fakta-fakta tersebut diatas, adakah perkembangan tentang permasalahan PKWT,
Outsourcing dan sudahkah peran pengawas ketenagakerjaan telah direvolusi
mentalnya.
Kami turun ke jalan bukan untuk
berpesta, bukan untuk meluapkan kegembiraan, kami turun kejalan dengan satu
tujuan yaitu “menyampaikan tuntutan yang tak pernah berujung” walau pimpinan
negara telah berganti.
Reporter : Nurhalim, Sanen Unen
Editor : haerudin86.heri@gmail.com