Ust.Izzi (Pengurus Masjid Tambora) |
Jakarta (GJ) - Masjid Tambora berada di jalan Tambora
IV, konon Masjid Tambora ini dibangun oleh tokoh masyarakat Bima, Sumbawa Nusa
Tenggara Barat, H.Moestoyib, bersama seorang kontraktor Tionghoa Muslim yang
berasal dari Makasar pada tahun 1761.
Dalam sejarah, konon kedua Muballigh itu ditahan oleh penguasa Belanda selama kurang lebih 5 Tahun dengan tuduhan makar, tetapi tuduhan itu tidak terbukti dan mereka pun dibebaskan, lalu penguasa Belanda memberikan sebidang tanah di luar tembok Batavia yang kemudian dibangun Masjid Tambora.
Dalam sejarah, konon kedua Muballigh itu ditahan oleh penguasa Belanda selama kurang lebih 5 Tahun dengan tuduhan makar, tetapi tuduhan itu tidak terbukti dan mereka pun dibebaskan, lalu penguasa Belanda memberikan sebidang tanah di luar tembok Batavia yang kemudian dibangun Masjid Tambora.
Menurut Sejarawan Belanda, Adolf Heuken
SJ, dalam bukunya yang berjudul Masjid-Masjid Bersejarah di Jakarta, Makam itu
adalah Makam Muhammad Djabbarti, seorang guru Agama Islam asal Sudan, Afrika
Utara. Kemudian menurut versi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Kementerian
Pariwisata itu adalah Makam H.Moestoyib, Namun Adolf Heuken tidak percaya,
kalau itu Makam H.Moestoyib karena tidak ada info yang jelas tentang H.Moestoyib
tersebut.
Terlepas dari itu, Masjid ini memiliki 4
pilar bergaya arab, menggambarkan perjuangan Rosulullah SAW dan para
sahabatnya, sedangkan pintu pertama berwarna merah pada Masjid Tambora ini
bergaya khas Tionghoa.
Tujuan dari pendirian Masjid Tambora ini
adalah untuk berdakwa pada masyarakat Tambora Nusa Tenggara Barat, yang
mendiami daerah atau wilayah ini, Masjid Tambora ini memiliki pengaruh gaya
kolonial Belanda dan Tionghoa, Dalam Buku Masjid-masjid bersejarah di jakarta
Adolf Heuken menulis bahwa Masjid Tambora dikelilingi oleh benteng-benteng
Belanda dan telah mengalami Renovasi pada Tahun 1969, 1971, 1979 dan Tahun 1992.
Masjid Tua Tambora ini perlu mendapat
perhatian kembali oleh Pemerintah, menurut Ustad Izzi, selaku Ketua Pengurus
Masjid Tambora, pengembangan dalam perbaikan bangunan disadari atau tidak,
memang sekarang ini terasa stagnant karena perhatian dinas terkait tidak
cenderumg pada bangunan bersejarah hasil peninggalan kolonial Belanda,
ketimbang gedung tua yang dibangun oleh masyarakat asli pribumi itu sendiri.
“Berbeda
dengan beberapa tahun yang silam, pelayanan yang diberikan pihak Balai Konservasi
Kota Tua selama itu cukup baik, jika ada informasi yang kami sampaikan pada
bapak Chandrian sebagai Kepala Balai Konservasi kala itu, beliau dengan cepat
memberikan tanggapan, bahkan koodinasi dan komunikasi yang kami jalin berjalan
dengan baik, misalnya ketika kami meminta renovasi masjid, maka dengan senang
hati permintaan kami tersebut dikabulkan,” ungkapnya.
Diharapkan dengan adanya keberadaan
Masjid Tua Tambora yang memiliki nilai historis ini , setidaknya kita bangga
tentang bagaimana apresiasi masyarakat Bima dan penduduk setempat menjadikannya
pusat pengembangan Islam dan pusat perlawaanan pemuda terhadap pasukan jepang
dan belanda, dan peristiwa diabadikannya dengan berdirinya Monumen “Pahlawan Tak
Di Kenal”, yakni para pejuang yang gugur pada saat itu,
Mengenai makam pejuang tersebut persis
posisinya berada dibelakang Masjid Tambora. “keberadaan
makam pendiri Masjid Tua Tambora dan Monumen Pahlawan tak di kenal ini sudah
sejak lama banyak dikunjungi para wisatawan dan para peziarah, itu semua
sebagai bentuk penghormatan atas jasa dan perjuangannya.” Disamping tentunya
sebagai sebuah reflesksi sejarah.” Pungkasnya.
Demikianlah sekilas perjalanan wisata
ziarah tim Pewarta Tambora yang dapat kami suguhkan, nantikan jalan wisata dan
budaya pada edisi selanjutnya.
Oleh : Nurhalim / Irwansyah
Editor : Heri Haerudin