Warga memasukan Voucher pulsa
listrik elektrik di rumahnya Perum Kharisma Residen, Cihedeung, Tasikmalaya,
Jawa Barat. (ANTARA FOTO/Adeng Bustomi)
GemaJakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal
Ramli meminta penerapan sistem token pulsa listrik dikaji lantaran ketersediaan
yang minim dan harga yang yang lebih mahal karena biaya administrasi.
Rizal dalam rapat koordinasi tentang listrik di Kantor Kemenko Kemaritiman Jakarta, Senin, mencontohkan ada banyak keluarga yang masih memiliki anak yang harus belajar pukul 20.00 tapi pulsa listrik habis tiba-tiba dan kesulitan mencari pulsa tersebut.
"Masalah kedua, saat mereka beli pulsa Rp100.000, listriknya hanya Rp73.000. Kejam sekali itu 27 persen disedot oleh provider yang setengah mafia," katanya.
Menurut Rizal, dibandingkan dengan pulsa telepon yang sudah tersedia di mana-mana dan biaya administrasi yang tidak mahal, pulsa listrik dinilai benar-benar telah dimonopoli.
"Kalau pulsa telepon, kita beli Rp100.000, kita bayar Rp95.000, itu uang muka kita istilahnya," katanya.
Menurut Rizal, rakyat diwajibkan menggunakan token pulsa listrik lantaran ada monopoli di perusahaan listrik itu di masa lalu
Oleh karena itu, ia meminta agar tidak boleh ada lagi monopoli sistem tarif listrik. Ia juga meminta agar biaya administrasi pulsa listrik maksimal hanya Rp5.000 sehingga tidak memberatkan rakyat.
"Kami minta, pertama tidak boleh ada monopoli, jadi rakyat harus punya dua pilihan yaitu mau ikut meteran atau pulsa. Kedua, kalau pulsa Rp100.000, maksimal biaya (administrasi) adalah Rp5.000 sehingga dia membayar listrik Rp95.000. Kami mohon ini segera dilakukan," katanya.
Menanggapi permintaan Rizal, Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Sofyan Basyir mengatakan pihaknya akan mengkaji penerapan sistem token pulsa untuk pembelian listrik itu.
Menurut dia, masyarakat miskin yang membeli token pulsa listrik memang lebih banyak kena biaya administrasi ketimbang listriknya sendiri.
"Masyarakat yang miskin sekali ini, untuk bayar yang Rp100.000, mereka bisa bayar dua tiga kali. Misalnya dia beli Rp30.000, beli lagi Rp20.000 sehingga kadang-kadang harga pulsa sendiri termakan dengan biaya administrasi," katanya.
Atas pertimbangan tersebut, Sofyan mengatakan pihaknya akan mengkaji penerapan sistem token pulsa listrik.
"Kami akan lakukan kajian dengan Menteri ESDM (Sudirman Said) juga dan saya pikir ini hal yang sangat urgent (darurat) untuk kita antisipasi. Beban masyarakat akan semakin lebih ringan," katanya.(ant)
Rizal dalam rapat koordinasi tentang listrik di Kantor Kemenko Kemaritiman Jakarta, Senin, mencontohkan ada banyak keluarga yang masih memiliki anak yang harus belajar pukul 20.00 tapi pulsa listrik habis tiba-tiba dan kesulitan mencari pulsa tersebut.
"Masalah kedua, saat mereka beli pulsa Rp100.000, listriknya hanya Rp73.000. Kejam sekali itu 27 persen disedot oleh provider yang setengah mafia," katanya.
Menurut Rizal, dibandingkan dengan pulsa telepon yang sudah tersedia di mana-mana dan biaya administrasi yang tidak mahal, pulsa listrik dinilai benar-benar telah dimonopoli.
"Kalau pulsa telepon, kita beli Rp100.000, kita bayar Rp95.000, itu uang muka kita istilahnya," katanya.
Menurut Rizal, rakyat diwajibkan menggunakan token pulsa listrik lantaran ada monopoli di perusahaan listrik itu di masa lalu
Oleh karena itu, ia meminta agar tidak boleh ada lagi monopoli sistem tarif listrik. Ia juga meminta agar biaya administrasi pulsa listrik maksimal hanya Rp5.000 sehingga tidak memberatkan rakyat.
"Kami minta, pertama tidak boleh ada monopoli, jadi rakyat harus punya dua pilihan yaitu mau ikut meteran atau pulsa. Kedua, kalau pulsa Rp100.000, maksimal biaya (administrasi) adalah Rp5.000 sehingga dia membayar listrik Rp95.000. Kami mohon ini segera dilakukan," katanya.
Menanggapi permintaan Rizal, Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Sofyan Basyir mengatakan pihaknya akan mengkaji penerapan sistem token pulsa untuk pembelian listrik itu.
Menurut dia, masyarakat miskin yang membeli token pulsa listrik memang lebih banyak kena biaya administrasi ketimbang listriknya sendiri.
"Masyarakat yang miskin sekali ini, untuk bayar yang Rp100.000, mereka bisa bayar dua tiga kali. Misalnya dia beli Rp30.000, beli lagi Rp20.000 sehingga kadang-kadang harga pulsa sendiri termakan dengan biaya administrasi," katanya.
Atas pertimbangan tersebut, Sofyan mengatakan pihaknya akan mengkaji penerapan sistem token pulsa listrik.
"Kami akan lakukan kajian dengan Menteri ESDM (Sudirman Said) juga dan saya pikir ini hal yang sangat urgent (darurat) untuk kita antisipasi. Beban masyarakat akan semakin lebih ringan," katanya.(ant)