NewsGemaJakarta.com, Memberamo Raya - Sungguh tragis anak-anak yang
berasal dari pedalaman berkeliaran diwaktu jam sekolah, terlebih di
komplek-komplek singgah atau asrama distrik-distrik yang berada di pusat
pendidikan, rumah sakit bandara, pelabuhan di Kasonaweja - Memberamo Raya.
Mereka memilih menghibur diri dengan berkebun menanam sayur, ubi,
pisang untuk menyambung hidup di Kota. Rata-rata usia mereka diatas 10 tahun
yang bergabung di rumah bujang, sementara usia dibawah sepuluh tahun tinggal
bersama orang tua atau kerabat yang memiliki rumah tinggal di Kasonaweja.
Kenyataan pahit anak-anak wajib sekolah ini juga semakin parah dengan
daya tampung SD, SMP dan SMA di Kasonaweja yang harus membuka sekolah pagi dan
siang hari dengan ruang kelas dan guru yang terbatas.
Seperti SMP Negeri 1 dan SMA Negeri 1 Memberamo Tengah di Kasonaweja
menggunakan perpustakaan dan laboratorium untuk ruang kelas. Kerinduan orang
tua menyekolahkan anak-anak mereka pupus setelah ruang kelas tidak sanggup
menampung anak-anak yang berasal dari pedalaman.
Andreas Sanda dan Nicodemus Kepala Sekolah SMP dan SMA Negeri milik Pemerintah
ini harus berjuang keras untuk mendidik siswa-siswanya dengan sarana yang
sangat terbatas dan tertinggal. Prihatin dengan situasi ini kepada Jurnalis
PPWI menyerukan adanya bantuan peduli pendidikan baik berupa tambahan ruang
kelas, buku pelajaran dan alat edukasi.
Buta huruf di Kabupaten ini sangat tinggi sehingga para pejuang
berantas hurufpun harus mengadakan alat edukasi dengan uang pribadinya dan
sebagian harus tutup karena tidak ada dukungan dari dinas terkait. Kesaksian
mereka bisa melek huruf justru diperolehnya di kampung saat para misi melayani
di pedalaman. Namun kini misionaris sudah kembali ke negaranya.
Kepada Ken Laras - Jurnalis PPWI Mesak Ale dan Malena Dima pasangan
suami-isteri mengisahkan bahwa meteka bersertifikat bebas buta huruf didikan
misionaris, Mesakh Ale kemudian menempuh pendidikan Paket A
/ SD di Kasonaweja dan kini melanjutkan Paket B / SMP.
Dirinya pun tidak berhenti sampai disitu, pasangan suami isteri ini
akan membuka TK dan sekolah berantas buka huruf dengan membeli alat-alat baca
tulis dengan uang pribadinya dari buruh dan menjual sayur.
Hellys Boleba lulusan SMA yang tidak berkecil hati karena semangat
kuliahnya tidak diberi beasiswa Pemda Memberamo Raya seperti rekannya yang lain
yang kuliah didukung Pemdanya. Hellys akan mengajar di SD yang sudah lama
tutup, akan memberantas buta huruf di kampungnya bersama duet Mesakh - Malena.
Pejuang-pejuang pendidikan dan berantas buta huruf ini merupakan
lentera ditengah kegelapan. Dengan semangat gotong-royong berbagai pihak kita
bisa berbuat bersamanya. Semoga cahaya pendidikan yang dirindukan bersinar di
Kabupaten Memberamo Raya. (Her/rls).