Ozzi Sulaiman S, Sekjen Majelis Pers |
NEWSGEMAJAKARTA.COM, Jakarta - Berbagai kebijakan dewan pers
yang tidak sejalan dengan kemerdekaan pers telah membawa perubahan pers
Indonesia terkatung – katung, sehingga muncul kekuatan diluar dari konteks
product etika dan tidak berfungsinya UU Pers 40/1999, meski dikatakannya, bahwa
UU Pers yang dirancang oleh Majelis Pers Independent bersama 27 organisasi pers
Nasional saat itu masih terdapat banyak kekurangan.
Demikian
ungkap Ozzi Sulaiman S, selaku Sekjen Majelis Pers melalui siaran pers nya
dikantor Sekretariat Bersama Majelis Pers, Jl.Kebon Sirih Gedung Dewan Pers
Lt.5 di Jakarta, Senin (13/11), yang didampingi para ketua maupun utusan dari
para organisasi pers lainnya, yakni; KWRI, AWDI, FPII, KO-WAPPI, MPN, Serikat
Pewarta, PERWAPI, IWARI, KEWADI, AWI, AWPI, PWRI, PKWRI, SPRI, IMOJI, AKRINDO.
Dikatakan Ozzi, dalam satu minggu,
tindak kekerasan terhadap wartawan terus terjadi. Setelah Dewan Pers
membelenggu fungsi jurnalis dengan berbagai bentuk selebaran pengumuman di
institusi kepolisian, maupun di pemerintahan tentang ‘Media – media yang tidak
masuk verifikasi dewan pers tidak diperkenan mengikuti kegiatan’ hal ini
mendorong protes keras dari berbagai media, organisasi pers maupun insan pers
se Indonesia.
“Sedikitnya
dalam minggu ini lebih dari 5 kejadian tindak kekerasan terhadap wartawan, setelah
di Jawa Tengah, Banten, Jawa Timur, Papua dan hari ini di Medan. Entah besok
atau lusa kejadian apalagi yang menimpa teman – teman wartawan, dan ini harus
segera disikapi dengan cepat dan harus di STOP tindakan kriminalisasi terhadap
wartawan, karena diskriminasi dan kekerasan terhadap wartawan adalah bentuk
kejahatan kemanusiaan.” Tegas Ozzi.
Hal
inilah yang membuat Ozzi geram hingga bersama kawan-kawan organisasi Pers
bersama duduk bareng untuk menyelesaikan berbagai sengketa pers. “Jangan
jadikan pers sebagai tumbal dari kebijakan – kebijakan yang ngawur.” Ucap Ozzi.
Dalam
siaran persnya, rentetan peristiwa terjadinya kekerasan wartawan, pengancaman
serta pengekangan terhadap wartawan karena adanya diskriminasi awal dari dewan
pers yang dalam pernyataan tertulis maupun lisan dengan memverifikasi
media-media.
“Kami akan ambil langkah konkrit dan
ambil sikap tegas, jika perlu kami akan meminta Kapolri, Panglima TNI dan Dewan
Pers untuk membicarakan hal ini yang memang sangat krusial bagi kemerdekaan
pers.” Paparnya.
Kebijakan
– kebijakan yang dikeluarkan oleh dewan pers harus segera ditarik, karena tidak
melalui kajian bersama para organisasi pers nasional, pakar etik dan para pakar
hukum tentang pers. Dikatakannya, ada lebih dari 50 organisasi pers
berlegalitas hukum yang SAH dan itu mutlak menjadi bagian dari penentu
kebijakan.
“Majelis
Pers akan terus berjuang untuk kembalikan kemerdekaan pers, kami berharap teman
– teman pers, para ketua organisasi pers, serta para pemilik media harus
bersatu dan memperjuangkan hal yang sama.” Pungkas Ozzi mengakhiri siaran
persnya. (rls/her)