"Perlu diketahui bahwa penyebar hoax adalah melanggar hukum dan dapat diproses hukum sebagaimana yang telah tertuang di dalam Pasal 28 ayat (1)UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)," ujar Darsuli
Lanjut
Darsuli, dalam Pasal tersebut menyatakan, setiap orang dengan sengaja dan tanpa
hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian
konsumen dalam transaksi elektronik.
Ketua Umum BII-PKPPRI, darsuli sangat mendukung Polri dalam upaya penegakan hukum bagi pelaku penyebaran Hoax yang serta merta dapat memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. NKRI HARGA MATI...!!! YESS...
"Fenomena hoax atau informasi palsu merupakan efek samping dari kemajuan teknologi informasi. Perlu mengedukasi masyarakat agar sadar akan hak dan kewajibannya," ujarnya.
Dikesempatan yang sama, Erwin C Rusmana juga menyampaikan bahwa media massa maupun media sosial lainnya memiliki sejumlah fungsi. Diantaranya fungsi informasi, fungsi pendidikan, serta fungsi kontrol sosial.
"Informasi yang disajikan media harus berdasarkan fakta kejadian yang benar atau berasal dari narasumber yang kredibel. Konsumen hoax saat ini, masyarakat rawan mengkonsumsi berita bohong bahkan fitnah," bebernya.
Dikatakannya, tak jarang berita yang mengkhianati kode etik jurnalistik tersebut mengandung unsur adu domba serta menggunakan bahasa yang tidak baik. Sayangnya, tak sedikit masyarakat yang justru reaktif dan turut menjadi penyebar informasi hoax tersebut.
Lebih jauh, Erwin C Rusmana mengatakan, pertumbuhan pengguna media sosial begitu pesat sehingga setiap orang bisa memposisikan dirinya sebagai jurnalis (Citizen Jurnalism) masyarakat dengan mudah menyebarluaskan informasi dengan akses internet.
"Menurut hasil survei Pusat Kajian Komunikasi Universitas Indonesia (PUSKAKOM UI), dan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), penggunaan internet terbanyak adalah untuk jejaring sosial 87,4 persen, mesin pencari 68,7 persen, chatting 59,9 persen, dan pencarian berita 59,7 persen. Penerima berita sebaiknya tidak tergesa gesa menyebarkan berita yang baru diterimanya," pungkasnya. (dar/her)
Ketua Umum BII-PKPPRI, darsuli sangat mendukung Polri dalam upaya penegakan hukum bagi pelaku penyebaran Hoax yang serta merta dapat memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. NKRI HARGA MATI...!!! YESS...
"Fenomena hoax atau informasi palsu merupakan efek samping dari kemajuan teknologi informasi. Perlu mengedukasi masyarakat agar sadar akan hak dan kewajibannya," ujarnya.
Dikesempatan yang sama, Erwin C Rusmana juga menyampaikan bahwa media massa maupun media sosial lainnya memiliki sejumlah fungsi. Diantaranya fungsi informasi, fungsi pendidikan, serta fungsi kontrol sosial.
"Informasi yang disajikan media harus berdasarkan fakta kejadian yang benar atau berasal dari narasumber yang kredibel. Konsumen hoax saat ini, masyarakat rawan mengkonsumsi berita bohong bahkan fitnah," bebernya.
Dikatakannya, tak jarang berita yang mengkhianati kode etik jurnalistik tersebut mengandung unsur adu domba serta menggunakan bahasa yang tidak baik. Sayangnya, tak sedikit masyarakat yang justru reaktif dan turut menjadi penyebar informasi hoax tersebut.
Lebih jauh, Erwin C Rusmana mengatakan, pertumbuhan pengguna media sosial begitu pesat sehingga setiap orang bisa memposisikan dirinya sebagai jurnalis (Citizen Jurnalism) masyarakat dengan mudah menyebarluaskan informasi dengan akses internet.
"Menurut hasil survei Pusat Kajian Komunikasi Universitas Indonesia (PUSKAKOM UI), dan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), penggunaan internet terbanyak adalah untuk jejaring sosial 87,4 persen, mesin pencari 68,7 persen, chatting 59,9 persen, dan pencarian berita 59,7 persen. Penerima berita sebaiknya tidak tergesa gesa menyebarkan berita yang baru diterimanya," pungkasnya. (dar/her)