NEWSGEMAJAKARTA.COM, JAKARTA - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD setuju dengan
mekanisme pemilihan kepala daerah dipilih oleh DPRD. Menurutnya, mekanisme
pemilihan langsung memiliki banyak kerugian.
Hal itu menanggapi wacana pemerintah dan DPR mengevaluasi sistem pemilhan langsung kepada daerah.
"Saya sangat setuju itu. Saya mantan Hakim MK ini, banyak sekali mudaratnya pilihan langsung itu," ujar Mahfud di Gedung DPR, Jakarta, Senin (9/4).
Hal itu menanggapi wacana pemerintah dan DPR mengevaluasi sistem pemilhan langsung kepada daerah.
"Saya sangat setuju itu. Saya mantan Hakim MK ini, banyak sekali mudaratnya pilihan langsung itu," ujar Mahfud di Gedung DPR, Jakarta, Senin (9/4).
Mahfud memaparkan kerugian yang terjadi dalam mekanisme
pilihan langsung, di antaranya korupsi anggaran daerah, penyuapan penyelenggara
pemilu, pemalsuan dokumen, mobilisasi massa, hingga pemecatan aparatur sipil
yang tidak sejalan dengan kepala daerah terpilih hasil pemilu langsung.
Jika hal itu terus dibiarkan, ia khawatir akan semakin memberi dampak negatif terhadap situasi bangsa ke depan.
Lebih lanjut, Mahfud menjelasakan pelaksanaan pemilihan langsung merupakan dampak dari memanasnya suasana politik pada tahun 2014. Kala itu ia menyebut ada pertarungan antara Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat.
KMP yang terdiri dari Golkar, Gerindra, PAN, PKS, PPP, dan PBB dianggap merupakan penguasa legislatif. Sementara KIH yang terdiri dari PDIP, PKB, NasDem, Hanura, dan PKPI disebut sebagai penguasa eksekutif.
Atas pertarungan itu, mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memutuskan pemilihan kepala daerah dilakukan lewat pemilihan langsung. Keputusan itu dikeluarkan Lewat Perppu pasca paripurna DPR menetapkan Pilkada oleh DPRD.
"Nah sekarang kita sudah jernih berpikir. Tidak ada lagi koalisi-koalisi itu. Menurut saya sudah saatnya dipertimbangkan kembali karena mudaratnya sangat banyak," ujarnya.
DPR dan pemerintah kembali melempar wacana untuk merevisi UU Pilkada. Revisi dilakukan untuk mengubah mekanisme pemilihan kepala daerah agar dilakukan oleh DPRD.
Besarnya biaya kampanye dan biaya penyelenggaraan pilkada langsung menjadi dasar diwacanakannya pemilihan kepala daerah oleh DPRD. (ugo)
Jika hal itu terus dibiarkan, ia khawatir akan semakin memberi dampak negatif terhadap situasi bangsa ke depan.
Lebih lanjut, Mahfud menjelasakan pelaksanaan pemilihan langsung merupakan dampak dari memanasnya suasana politik pada tahun 2014. Kala itu ia menyebut ada pertarungan antara Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat.
KMP yang terdiri dari Golkar, Gerindra, PAN, PKS, PPP, dan PBB dianggap merupakan penguasa legislatif. Sementara KIH yang terdiri dari PDIP, PKB, NasDem, Hanura, dan PKPI disebut sebagai penguasa eksekutif.
Atas pertarungan itu, mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memutuskan pemilihan kepala daerah dilakukan lewat pemilihan langsung. Keputusan itu dikeluarkan Lewat Perppu pasca paripurna DPR menetapkan Pilkada oleh DPRD.
"Nah sekarang kita sudah jernih berpikir. Tidak ada lagi koalisi-koalisi itu. Menurut saya sudah saatnya dipertimbangkan kembali karena mudaratnya sangat banyak," ujarnya.
DPR dan pemerintah kembali melempar wacana untuk merevisi UU Pilkada. Revisi dilakukan untuk mengubah mekanisme pemilihan kepala daerah agar dilakukan oleh DPRD.
Besarnya biaya kampanye dan biaya penyelenggaraan pilkada langsung menjadi dasar diwacanakannya pemilihan kepala daerah oleh DPRD. (ugo)