NEWSGEMAJAKARTA.COM, JAKARTA - Beredarnya informasi yang berkembang tentang dugaan adanya praktek
pungutan sebesar Rp.7.000 kepada warga yang menerima bantuan pangan non
tunai (BPNT) di Kelurahan Angke mendapati perhatian khusus bagi Menteri
Sosial Idrus Marham.
Menteri Sosial Idrus Marham geram ketika disinggung ada dugaan kuat maraknya praktik pungutan liar (Pungli) di kelurahan Angke, Tambora, Jakarta Barat, saat adanya pembagian bantuan pangan non-tunai (BPNT) bagi warga miskin.
Informasi yang berkembang, warga diminta uang sebesar Rp.7.000 untuk mendapatkan bantuan pangan non tunai. Pungli BPNT duga kuat dilakukan pejabat di Kelurahan Angke, digunakan untuk pembayaran zakat Infaq Sodaqoh (ZIS) sebesar Rp.5.000 dan plastik Rp.2.000.
“Apapun alasannya tidak bisa BPNT diminta pungutan, apalagi beralasan buat bayar plastik. Plastik di Minimarket saja dipermasalahkan dan sekarang bantuan kami. Itu baru masalah. Plastik harga Rp.2.000 itu plastik apaan,” ujarnya sebagaimana dilansir wartakotalive.com, Selasa (3/4/2018).
Idrus mengatakan, Pemprov DKI Jakarta harus mengusut tuntas kasus pungli tersebut. “Oknum-oknum yang lakukan pungli sesegera mungkin ditindak. Bila perlu dipecat,” kata Idrus.
Sebagaimana dilansir sindonews.com, Minggu (1/4/2018), warga angke mengeluhkan dengan adanya para oknum yang memungut biaya sebesar Rp.7.000 untuk sekali pengambilan barang sembako. “Setiap pengambilan barang kami diminta Rp.7.000,” kata Yasmin.
Kartu debit di gesek sebagai langkah awal. Barulah lima hari setelahnya dia mengambil 7 kilogram beras dan setengah kilogram telur di tempat itu. “Nah disitu saya diminta membawa uang Rp7.000. Rp5.000 untuk biaya plastik, dan Rp2.000 untuk zakat,” tambah Yasmin.
Ditempat terpisah, Lurah Angke M.Dirhamsyah mengakui adanya pungutan liar yang diterima warga saat mengambil BPNT. Ia pun menegaskan bahwa dirinya telah menegur pegawai terkait supaya tidak meminta pungutan kepada warga, apapun alasannya.
Sementara itu saat disinggung mengenai data, Dirhamsyah mengaku hingga saat ini dirinya belum memperoleh data jumlah penerima BPNT. Begitupun mengenai data penerimaan barang, pihaknya mengaku tidak mengetahui hal tersebut.
“Tapi dibandingkan dengan kelurahan lain, jumlah barang yang diterima di Kelurahan Angke jauh lebih sedikit. Belum lagi disini banyak warga yang dipaksa untuk mentapping (Kartu) uda kali. Sementara dia baru terima sekali,” ungkapnya.
Pungutan Rp.7.000 Berdasarkan Kesapakatan Warga.
Sebelumnya, Kasi Kesra Kelurahan Angke, Muhammad Thamrin menjelaskan pungutan uang Rp.7.000 yang dikeluhkan masyarakat merupakan untuk pembayaran zakat.“Zakat Rp.5.000 dan biaya plastik Rp.2.000. Semuanya sudah disetujui sama warga kok,” kata Thamrin, seperti dilansir sindonews.com, Senin (2/4/2018).
Dikatakannya, bulan lalu saja saya serahkan uang Rp.11 juta lebih untuk zakat,” kata Thamrin. Sementara mengenai nilai barang yang berbeda dengan tempat lain, menurut Thamrin, kebijakan itu diberikan tergantung dari i-warung. “Karena yang diperhatikan harus mengenai kualitas dan kuantitas barang. Bisa membeli di warung atau supermarket,” ucapnya. (**Tisna)
Menteri Sosial Idrus Marham geram ketika disinggung ada dugaan kuat maraknya praktik pungutan liar (Pungli) di kelurahan Angke, Tambora, Jakarta Barat, saat adanya pembagian bantuan pangan non-tunai (BPNT) bagi warga miskin.
Informasi yang berkembang, warga diminta uang sebesar Rp.7.000 untuk mendapatkan bantuan pangan non tunai. Pungli BPNT duga kuat dilakukan pejabat di Kelurahan Angke, digunakan untuk pembayaran zakat Infaq Sodaqoh (ZIS) sebesar Rp.5.000 dan plastik Rp.2.000.
“Apapun alasannya tidak bisa BPNT diminta pungutan, apalagi beralasan buat bayar plastik. Plastik di Minimarket saja dipermasalahkan dan sekarang bantuan kami. Itu baru masalah. Plastik harga Rp.2.000 itu plastik apaan,” ujarnya sebagaimana dilansir wartakotalive.com, Selasa (3/4/2018).
Idrus mengatakan, Pemprov DKI Jakarta harus mengusut tuntas kasus pungli tersebut. “Oknum-oknum yang lakukan pungli sesegera mungkin ditindak. Bila perlu dipecat,” kata Idrus.
Sebagaimana dilansir sindonews.com, Minggu (1/4/2018), warga angke mengeluhkan dengan adanya para oknum yang memungut biaya sebesar Rp.7.000 untuk sekali pengambilan barang sembako. “Setiap pengambilan barang kami diminta Rp.7.000,” kata Yasmin.
Kartu debit di gesek sebagai langkah awal. Barulah lima hari setelahnya dia mengambil 7 kilogram beras dan setengah kilogram telur di tempat itu. “Nah disitu saya diminta membawa uang Rp7.000. Rp5.000 untuk biaya plastik, dan Rp2.000 untuk zakat,” tambah Yasmin.
Ditempat terpisah, Lurah Angke M.Dirhamsyah mengakui adanya pungutan liar yang diterima warga saat mengambil BPNT. Ia pun menegaskan bahwa dirinya telah menegur pegawai terkait supaya tidak meminta pungutan kepada warga, apapun alasannya.
Sementara itu saat disinggung mengenai data, Dirhamsyah mengaku hingga saat ini dirinya belum memperoleh data jumlah penerima BPNT. Begitupun mengenai data penerimaan barang, pihaknya mengaku tidak mengetahui hal tersebut.
“Tapi dibandingkan dengan kelurahan lain, jumlah barang yang diterima di Kelurahan Angke jauh lebih sedikit. Belum lagi disini banyak warga yang dipaksa untuk mentapping (Kartu) uda kali. Sementara dia baru terima sekali,” ungkapnya.
Pungutan Rp.7.000 Berdasarkan Kesapakatan Warga.
Sebelumnya, Kasi Kesra Kelurahan Angke, Muhammad Thamrin menjelaskan pungutan uang Rp.7.000 yang dikeluhkan masyarakat merupakan untuk pembayaran zakat.“Zakat Rp.5.000 dan biaya plastik Rp.2.000. Semuanya sudah disetujui sama warga kok,” kata Thamrin, seperti dilansir sindonews.com, Senin (2/4/2018).
Dikatakannya, bulan lalu saja saya serahkan uang Rp.11 juta lebih untuk zakat,” kata Thamrin. Sementara mengenai nilai barang yang berbeda dengan tempat lain, menurut Thamrin, kebijakan itu diberikan tergantung dari i-warung. “Karena yang diperhatikan harus mengenai kualitas dan kuantitas barang. Bisa membeli di warung atau supermarket,” ucapnya. (**Tisna)