Gunungsitoli, Terlepas dari substansi pertikaian antara para pihak yang bersengketa, yang menjadi obyek pemberitaan, maka PPWI (Persatuan Pewarta Warga Indonesia) selamanya akan menolak keras segala bentuk intimidasi dan pengancaman serta pelarangan atas pemberitaan dan/atau penyebar-luasan karya jurnalistik para warga pewarta di manapun, oleh siapapun, kapanpun.
"Terkait dengan komitmen PPWI di atas, maka atas nama Ketua Umum Dewan Pengurus Nasional (PPWI) Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, Ma, saya menyampaikan sangat prihatin dan mengecam pernyataan kuasa hukum atau pihak manapun yang mencoba melakukan kriminalisasi terhadap wartawan dan/atau pewarta warga, seperti yang dilakukan oleh kuasa hukum Philip Gan di Gunungsitoli, Sumatera Utara," Ujar Alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012.
Saya sarankan kepada para kuasa hukum, termasuk juga para polisi di Nias, agar meluangkan waktu membaca kembali Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, khususnya pasal 28 F, pahami isinya, dan implementasikan dalam setiap tindakan penegakan hukum di negeri ini. Selanjutnya, baca juga Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999, agar lebih paham tentang Hak Asasi Manusia yang salah satu implementasinya adalah melalui penghormatan atas Kemerdekaan Pers. Imbuh Wilson yang juga menjabat sebagai Ketua Persaudaraan Indonesia Sahara Maroko (PERSISMA) itu.
"Para penegak hukum, termasuk kuasa hukum di dalamnya, tidak dibenarkan menggunakan hukum secara serampangan seenak perutnya. UU ITE tidak berlaku untuk delik pers, termasuk penyebar-luasan informasi melalui media sosial dan jaringan komunikasi sosial grup WA, dan segala macam saluran pemberitaan yang tersedia," Ujar lulusan dari tiga universitas terbaik di Eropa, Birmingham University, England, Utrecht University, the Netherlands dan Linkoping University, Swedan
UU ITE ditujukan untuk mencegah perbuatan melanggar hukum dengan memanfaatkan teknologi informasi, seperti penipuan, kejahatan perbankan, teror, dan lain sebagainya. Seorang pengacara harus benar-benar mengerti dan paham hukum agar dapat menempatkan segala sesuatunya pada tempatnya sesuai aturan hukum yang berlaku. Jangan sekali-kali membangun argumentasi pembenaran hukum sesuai pesanan klien semata.
"Terlebih penting lagi, jangan sekali-kali melakukan kriminalisasi terhadap masyarakat atas karya pemberitaan dan penyebar-luasan informasi yang dilakukan oleh mereka," Pungkas Wilson mengakhiri pesan WhatsApp-nya. (AZB/RED)
"Terkait dengan komitmen PPWI di atas, maka atas nama Ketua Umum Dewan Pengurus Nasional (PPWI) Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, Ma, saya menyampaikan sangat prihatin dan mengecam pernyataan kuasa hukum atau pihak manapun yang mencoba melakukan kriminalisasi terhadap wartawan dan/atau pewarta warga, seperti yang dilakukan oleh kuasa hukum Philip Gan di Gunungsitoli, Sumatera Utara," Ujar Alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012.
Saya sarankan kepada para kuasa hukum, termasuk juga para polisi di Nias, agar meluangkan waktu membaca kembali Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, khususnya pasal 28 F, pahami isinya, dan implementasikan dalam setiap tindakan penegakan hukum di negeri ini. Selanjutnya, baca juga Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999, agar lebih paham tentang Hak Asasi Manusia yang salah satu implementasinya adalah melalui penghormatan atas Kemerdekaan Pers. Imbuh Wilson yang juga menjabat sebagai Ketua Persaudaraan Indonesia Sahara Maroko (PERSISMA) itu.
"Para penegak hukum, termasuk kuasa hukum di dalamnya, tidak dibenarkan menggunakan hukum secara serampangan seenak perutnya. UU ITE tidak berlaku untuk delik pers, termasuk penyebar-luasan informasi melalui media sosial dan jaringan komunikasi sosial grup WA, dan segala macam saluran pemberitaan yang tersedia," Ujar lulusan dari tiga universitas terbaik di Eropa, Birmingham University, England, Utrecht University, the Netherlands dan Linkoping University, Swedan
UU ITE ditujukan untuk mencegah perbuatan melanggar hukum dengan memanfaatkan teknologi informasi, seperti penipuan, kejahatan perbankan, teror, dan lain sebagainya. Seorang pengacara harus benar-benar mengerti dan paham hukum agar dapat menempatkan segala sesuatunya pada tempatnya sesuai aturan hukum yang berlaku. Jangan sekali-kali membangun argumentasi pembenaran hukum sesuai pesanan klien semata.
"Terlebih penting lagi, jangan sekali-kali melakukan kriminalisasi terhadap masyarakat atas karya pemberitaan dan penyebar-luasan informasi yang dilakukan oleh mereka," Pungkas Wilson mengakhiri pesan WhatsApp-nya. (AZB/RED)