Pihak kepolisian menyebut ada pergeseran
wilayah rawan konflik ketika proses Pemilu 2019 memasuki masa kampanye terbuka. Jakarta mendominasi wilayah rawan konflik.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen
Dedi Prasetyo mengatakan dalam setiap tahapan pemilu, pihak kepolisian memang
selalu melakukan pemetaan dan pendataan terkait wilayah-wilayah yang berpotensi
memiliki kerawanan pemilu.
"Dulu ada Polda Papua yang dominan, khususnya di
kabupaten atau kota, sekarang sudah bergeser potensi kerawanan pemilu pada masa
kampanye terbuka," kata Dedi di Mabes Polri, Jumat (29/3).
Di masa kampanye terbuka ini, provinsi yang tergolong rawan
yakni Maluku Utara, Papua, Aceh, NTB, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Papua
Barat, DKI Jakarta, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Utara.
Pergeseran daerah rawan juga terjadi di
tingkat kabupaten atau kota. Dedi mengatakan sebelumnya daerah di Papua
mendominasi 10 besar kabupaten atau kota yang tergolong rawan, saat ini telah
mengalami pergeseran.
Di masa kampanye terbuka saat ini, kabupaten atau kota yang
tergolong rawan antara lain Tangerang Selatan, Jakarta Utara, Jakarta Barat,
Jakarta Timur, Pigi (Sulteng), Banggai (Sulteng), Donggala (Sulteng), Mentawai
(Sumbar), Tanah Datar (Sumbar), serta Jogja.
"Kalau yang kemarin Jakarta hampir enggak ada, sekarang
didominasi justru di wilayah Jakarta kerawanan itu," ucap Dedi.
Dedi menjelaskan ada tujuh faktor yang
menyebabkan sebuah daerah masuk kategori rawan, yaitu faktor penyelenggara,
faktor kontestasi capres, faktor kontestasi caleg, faktor pendukung, potensi
gangguan kamtibmas, ambang gangguan, serta faktor gangguan nyata.
Untuk wilayah Jakarta, kata Dedi, sampai saat ini sebenarnya
baru tergolong cukup rawan, dan belum masuk kategori rawan. Meski begitu,
pihaknya akan menyiapkan langkah antisipasi untuk mencegah dan menurunkan
potensi kerawanan tersebut.
"Khususnya dari Jakarta, tentu akan mempersiapkan
langkah strategis juga segala potensi," ujarnya.
Dedi menuturkan potensi kerawanan tersebut akan terus berubah
tergantung dinamika yang terjadi di lapangan hingga hari pemungutan suara pada
17 April mendatang.
"Nanti jelang masa tenang dan hari H akan didata
kembali, itu untuk menentukan dislokasi pasukan, jumlah kekuatan yang
dibutuhkan tiap polda," tuturnya. (cnn)