Gema Jakarta, JAKARTA - Sidang keempat sengketa Pilpres 2019 di
Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (20/6), hanya menampilkan satu ahli, yakni
Marsudi Wahyu Kisworo, dan tanpa saksi. Pemaparannya soal Sistem Informasi
Penghitungan Suara (
Diketahui, KPU menghadirkan ahli IT Marsudi Wahyu Kisworo
dalam sidang sengketa Pilpres. Sementara itu satu ahli IT lainnya, Riawan
Tjandra, hanya mengirimkan keterangan tertulisnya.
Dalam kesaksiannya pada sidang yang
berlangsung pukul 13.00 WIB, Kisworo memaparkan soal situng yang ada di situs
KPU.
Ia mengaku sebagai arsitek dari Situng merupakan tahun 2004,
meskipun kini tak bisa mengaksesnya karena bukan bagian dari KPU. Hakim
Konstitusi I Dewa Gede Palguna mengistilahkannya sebagai arsitek, bukan tukang
yang bikin bangunannya.
Awalnya, Marsudi menyebut Situng sudah mulai
diimplementasikan pada Pemilu 2004. Awalnya, Situng ini hanya menampilkan C1.
Pad apemilu-pemilu berikutnya, kata Marsudi, KPU menyetel Situng mampu
manampilkan angka-angka di tiap-tiap Tempat Pemungutan Suara (TPS) secara rinci.
Menurutnya, sejak awal dirancang Situng tak
masuk sistem perhitungan suara berjenjang secara manual yang menentukan hasil
pemilu. Perhitungan suara resmi pemilu sendiri dilakukan KPU dengan
rekapitulasi secara berjenjang sejak TPS hingga tingkat nasional. Karena itu,
kata dia, Situng tidak masuk dalam situs perhitungan suara.
Menurut Kisworo, Situng dirancang untuk sarana transparansi
kepada masyarakat sebagai kontrol proses pemungutan suara.
Situng, kata dia, memiliki tiga komponen sistem yang
strategis yang disebut disaster
recovery center atau
sistem pusat pemulihan bila terjadi bencana di Indonesia.
"Sehingga kalau terjadi sesuatu
misalnya katakan lah KPU kejatuhan pesawat terbang itu yang 2 server lain akan berjalan ," Marsudi.
Akses SitungKisworo juga menyebut Situng hanya bisa diakses oleh KPU dan
tidak bisa direkayasa oleh pihak luar. Ketua KPU Arief Budiman pun menegaskan
bahwa peretas sejauh ini baru bisa "masuk ke halamannya, tidak sampai
masuk ke rumah" alias sistem utamanya.
Kisworo tak memungkiri jika situng masih memiliki kekurangan.
Salah satu kekurangan yang disebutkannya seperti data tervalidasi dan yang
masih menjadi satu.
"Harusnya situng tampilkan antara data
tervalidasi dan validasi ditempat terpisah. Sekarang antara data yang tervalidasi
dan belum masih menjadi satu. Akibatnya terjadi lah data yang salah maupun yang
benar itu jadi satu," tuturnya.
Buktinya, kata dia, masih ada kekeliruan dalam hal data yang
dimasukkan ke Situng. Dengan membandingkannya dengan situs Kawal Pemilu, kata
dia, ada 633 TPS yang keliru di Situng KPU.
Meski begitu, ahli juga menyatakan Situng KPU tak mungkin
menguntungkan salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden yang
berkompetisi dalam Pemilu serentak tahun 2019.
Berdasarkan data statistiknya, kesalahan
hitung pada Situng Pilpres 2019 memiliki pola yang acak. Bahkan di beberapa
tempat, misalnya di Aceh, kesalahan hitung lebih banyak menguntungkan pasangan
Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Pertanyaan BerulangKuasa hukum Tim Prabowo-Sandi, Iwan Satriawan, kemudian
mencecar ahli soal tanggung jawab KPU terhadap penyajian informasi yang benar
dalam KPU terkait kesalahan hitung itu.
Ia mempertanyakan kepada ahli siapa yang mesti bertanggung
jawab atas keamanan Situs KPU.
Namun, Kisworo mengaku tidak tahu karena dirinya bukan orang
KPU. Sejumlah pertanyaan
sejenis pun dilontarkan tim kuasa hukum paslon 02 kepada Ahli. Namun, lagi-lagi
Kisworo enggan tergiring pertanyaan tersebut.
Akibat pertanyaan-pertanyaan itu, Iwan dimarahi oleh hakim I
Dewa Gede Palguna yang menegaskan bahwa ahli bukan bagian dari KPU, hanya
sebagai arsitek Situng.
MK pun memperkuat pernyataan Ahli bahwa hasil Pemilu 2019 tak
berkaitan dengan hasil Situng karena keduanya sistem terpisah. (cnn