Gema Jakarta, JAKARTA - Mencuatnya kasus sengketa tanah di Indonesia beberapa waktu terakhir seakan kembali menegaskan kenyataan bahwa selama 74 tahun Indonesia merdeka negara masih belum bisa memberikan jaminan Hak atas tanah kepada rakyatnya.
Demikian pernyataan Advokasi Rakyat Untuk Nusantara (ARUN) bersama LBH Tridharma Indonesia dan Konsolidasi Mahasiswa Nasional Indonesia (KOMANDO Jakarta/Tangsel) dalam siaran persnya, di Jakarta, Senin (9/9/2019) yang saat ini fokus dalam memberikan perlindungan dan pendampingan hukum kepada masyarakat.
"Persoalan ini tidak hanya dialami oleh masyarakat yang berhadapan dengan persoalan agraria, namun ini dialami juga oleh salah seorang anggota ARUN sendiri," ungkap Yudi Rijali Muslim S.H selaku Kabid Hukum dan HAM Advokasi Rakyat Untuk Nusantara (ARUN).
Sebagaimana diketahui, dalam undang-undang No.5 tahun 1960 tentang Agraria (UUPA) baru sebatas manandai dimulainya era baru kepemilikan tanah yang awalnya bersifat komunal berkembang menjadi kepemilikan individu.
"Saat ini konflik yang menyangkut Agraria/pertanahan terjadi secara merata, bukan hanya terjadi di desa-desa namun banyak bisa kita temui permasalahan tersebut di kota-kota besar di Indonesia," imbuhnya.
Menurutnya, Tanah memiliki peranan besar dalam dinamika pembangunan, maka didalam UUD 1945 Pasa 33 Ayat 3 disebutkan bahwa bumi dan air serta kekayaan alam yang teekandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran Rakyat.
"Amanat tersebut mengisyaratkan bahwa negara memiliki tanggung jawab untuk memberikan kemakmuran bagi rakyatnya dengan melakukan pengelolaan sumber daya yang dimilikinya secara adil," tegasnya.
"Nampaknya, amanat tersebut saat ini semakin jauh untuk terpenuhi sebagaimana diharapkan oleh sebagian besar rakyat Indonesia. Hal inilah yang menjadikan ARUN akan melakukan upaya pendampingan hukum yang tengah diperjuangkan," tambahnya.
Adapun pendampingan hukum yang tengah diperjuangan oleh Advokasi Rakyat Untuk Nusantara (ARUN) bersama LBH Tridharma Indonesia dan Konsolidasi Mahasiswa Nasional Indonesia (KOMANDO Jakarta/Tangsel) diantaranya adalah :
1. Sengketa Masyarakar/Warga Lauser Jakarta Selatan dengan Pemprov DKI Jakarta.
2. Masyarakat/Petani Cilangkap Maja dengan PT.WKP di Kabupaten Lebak Banten.
3. Masyarakat/Warga Desa Marga Jaya dengan PT. LOTUS di Bandung Barat - Jawa Barat.
4. Pengembalian Aser Desa Bawukan yang diduga disalahgunakan oleh oknum di Wilayah Klaten, Jawa Tengah.
5. Sengketa masyarakat/warga Pasir dengan INHUTANI di Pandeglang, Banten.
6. Kelestarian Sungai Cimoyan sebagai aktifitas warga 4 Desa yaitu, Desa Ciherang, Desa Kolelet, Desa Bungur Copang dan Desa Ganggeang di Pandeglang terancam limbah perusahaan tambang pasir putih di Kecamatan Banjarsari Lebak, Banten.
7. Sengketa Buruh Tani masyarakat Desa Teluk Lada dengan Perusahaan Combain di Pandeglang.
8. Kepastian status lahan masyarakat atas penggunaan PT. Gula Putih Mataram, PT. Sweet Indo Lampung, PT. Indo Lampung Permai, PT. Indo Lampung Perkasa dinTulang Bawang, Lampung.
9. Persoalan Agraria di Register 45 Mesuji, Lampung dengan PT. Silva INHUTANI.
Yudi juga mengatakan, persoalan Agraria di Register 45 Mesuji banyak orang menyebut bahwa konflik dimesuji adalah konflik abadi, konflik agraria di mesuji lampung telah memakan banyak korban jiwa dan tidak sedikit masyarakat yang harus kehilangan tempat tinggalnya karena terbakar "atau" dibakar.
"Untuk itu dalam proses hukum kami Advokasi Rakyat Untuk Nusantara meminta kepada KOMNAS HAM RI, OMBUDAMAN, KEPOLISIAN RI, untuk dapat memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat," tegas Yudi Rijali Muslim, SH.
"Kami juga meminta kepada pemerintah untuk dapat berperan aktif dalam menangani permasalahan konflik agraria tersebut dimana hal tersebut sejalan dengan amanat Pancasila yaitu keadilan yang dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia," harapnya. (ril/h2t)
Demikian pernyataan Advokasi Rakyat Untuk Nusantara (ARUN) bersama LBH Tridharma Indonesia dan Konsolidasi Mahasiswa Nasional Indonesia (KOMANDO Jakarta/Tangsel) dalam siaran persnya, di Jakarta, Senin (9/9/2019) yang saat ini fokus dalam memberikan perlindungan dan pendampingan hukum kepada masyarakat.
"Persoalan ini tidak hanya dialami oleh masyarakat yang berhadapan dengan persoalan agraria, namun ini dialami juga oleh salah seorang anggota ARUN sendiri," ungkap Yudi Rijali Muslim S.H selaku Kabid Hukum dan HAM Advokasi Rakyat Untuk Nusantara (ARUN).
Sebagaimana diketahui, dalam undang-undang No.5 tahun 1960 tentang Agraria (UUPA) baru sebatas manandai dimulainya era baru kepemilikan tanah yang awalnya bersifat komunal berkembang menjadi kepemilikan individu.
"Saat ini konflik yang menyangkut Agraria/pertanahan terjadi secara merata, bukan hanya terjadi di desa-desa namun banyak bisa kita temui permasalahan tersebut di kota-kota besar di Indonesia," imbuhnya.
Menurutnya, Tanah memiliki peranan besar dalam dinamika pembangunan, maka didalam UUD 1945 Pasa 33 Ayat 3 disebutkan bahwa bumi dan air serta kekayaan alam yang teekandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran Rakyat.
"Amanat tersebut mengisyaratkan bahwa negara memiliki tanggung jawab untuk memberikan kemakmuran bagi rakyatnya dengan melakukan pengelolaan sumber daya yang dimilikinya secara adil," tegasnya.
"Nampaknya, amanat tersebut saat ini semakin jauh untuk terpenuhi sebagaimana diharapkan oleh sebagian besar rakyat Indonesia. Hal inilah yang menjadikan ARUN akan melakukan upaya pendampingan hukum yang tengah diperjuangkan," tambahnya.
Adapun pendampingan hukum yang tengah diperjuangan oleh Advokasi Rakyat Untuk Nusantara (ARUN) bersama LBH Tridharma Indonesia dan Konsolidasi Mahasiswa Nasional Indonesia (KOMANDO Jakarta/Tangsel) diantaranya adalah :
1. Sengketa Masyarakar/Warga Lauser Jakarta Selatan dengan Pemprov DKI Jakarta.
2. Masyarakat/Petani Cilangkap Maja dengan PT.WKP di Kabupaten Lebak Banten.
3. Masyarakat/Warga Desa Marga Jaya dengan PT. LOTUS di Bandung Barat - Jawa Barat.
4. Pengembalian Aser Desa Bawukan yang diduga disalahgunakan oleh oknum di Wilayah Klaten, Jawa Tengah.
5. Sengketa masyarakat/warga Pasir dengan INHUTANI di Pandeglang, Banten.
6. Kelestarian Sungai Cimoyan sebagai aktifitas warga 4 Desa yaitu, Desa Ciherang, Desa Kolelet, Desa Bungur Copang dan Desa Ganggeang di Pandeglang terancam limbah perusahaan tambang pasir putih di Kecamatan Banjarsari Lebak, Banten.
7. Sengketa Buruh Tani masyarakat Desa Teluk Lada dengan Perusahaan Combain di Pandeglang.
8. Kepastian status lahan masyarakat atas penggunaan PT. Gula Putih Mataram, PT. Sweet Indo Lampung, PT. Indo Lampung Permai, PT. Indo Lampung Perkasa dinTulang Bawang, Lampung.
9. Persoalan Agraria di Register 45 Mesuji, Lampung dengan PT. Silva INHUTANI.
Yudi juga mengatakan, persoalan Agraria di Register 45 Mesuji banyak orang menyebut bahwa konflik dimesuji adalah konflik abadi, konflik agraria di mesuji lampung telah memakan banyak korban jiwa dan tidak sedikit masyarakat yang harus kehilangan tempat tinggalnya karena terbakar "atau" dibakar.
"Untuk itu dalam proses hukum kami Advokasi Rakyat Untuk Nusantara meminta kepada KOMNAS HAM RI, OMBUDAMAN, KEPOLISIAN RI, untuk dapat memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat," tegas Yudi Rijali Muslim, SH.
"Kami juga meminta kepada pemerintah untuk dapat berperan aktif dalam menangani permasalahan konflik agraria tersebut dimana hal tersebut sejalan dengan amanat Pancasila yaitu keadilan yang dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia," harapnya. (ril/h2t)