Keterangan foto: Sri Suryati Soetardjo (Sumber: fb yang bersangkutan |
Pukul 17.44. Beduk berbuka puasa. Ramadan hari ke-15, bertepatan 31 Mei 2018. Rumah -- bertetangga dengan konglomerat Alm. Sudwikatmono -- di kawasan eksklusif di petang itu hanya didiami seorang pembantu dan tuan rumah: Teddy Rusdi (TR).
TR pria berkumis tebal, berkulit sawo matang, tampak lebih muda dari usianya 79 tahun lebih. Ia purnawirawan jenderal bintang dua TNI AU.
“Allahuma laka sumtu, wabika amantu … Bismillah.”
TR berbuka puasa. Ia meminum segelas air putih telah disiapkan pembantu.
Tak lama ia berdiri, berjalan dari ruang makan keluarga nan lapang. Sambil meminta segelas kopi kepada pembantu, berwudhu, lalu bersiap shalat.
Dari rekonstruksi coba saya verifikasi antara lain kepada kepada Wahyu Rasyid, adik kandung nomor 11 dari 12 bersaudara, TR pergi meninggalkan dunia fana mendadak. Ia dalam kesendirian.
Tiada keluarga atau teman di sisinya saat menghadapi sakratul-maut. Sosok intelijen silent dikenal sebagai James Bond-nya Indonesia; ulet, profesional di bidangnya.
Di era LB Moerdani, Panglima TNI, almarhum menjabat Asrenum (Asisten Perencanaan Umum) Panglima ABRI, kini istilahnya Asrenum, Kasum TNI. Tinta emas kiprahnya di dunia intelijen, pernah secara senyap membantu persenjataan Taliban, Afganistan, mendatangkan pesawat Skyhawk dari Israel tanpa terdeteksi, terlibat langsung operasi pembebasan sandera tawanan pembajakan pesawat Garuda Indonesia, penerbangan 206 DC-9, dikenal sebagai kasus Woyla, 28 Maret 1981.
Ia mengawali pendidikan penerbang sipil di Curug, spesilisasi navigasi. Pertama ikut menerbangkan pesawat pembom TU-16/KS, mampu membawa rudal bagi serangan dari udara ke darat dan laut.
Pernah secara khusus mendapatkan pendidikan navigasi pesawat tempur udara di India, sehingga memiliki kepiawaian memandu pesawat tempur terbang rendah mengandalkan pengamatan cuaca, semesta raya, manual tak terdeteksi radar.
Mengutip buku biografi berjudul: Think Ahead, 70 Tahun Teddy Rusdy, ditulis Servas Pandur, diterbitkan Herakles Indonesia, sosok Marsda (Purn) Teddy Rusdi, figur senyap, menarik dibaca pengalaman hidupnya. Banyak fakta baru selama ini belum diungkap.
Sebagaimana banyak jenderal purnawirawan masuk ke kancah bisnis, TR pun melenggang di medan dagang. Bisnisnya akbar. Ia tercatat sebagai salah satu pemegang saham Padang Golf Pondok Indah. Bersama Alm. Sudwikatmono, dan Harmoko TR mendirikan Yayasan Kertagama.
Persoalan ke mana keluarga di saat sosok ini menghembuskan nafas terakhir sendiri sepi?
Isteri pertama TR, Herry Sajekti, menikah 5 Oktober 1964, setelah 35 tahun tak dikaruniai seorang anak pun. Mereka lantas bercerai pada 1999.
Pada 1999 pula TR sudah serumah dengan Sri Suryati Soetardjo (SSS). Dari penelusuran dokumen tertulis, wanita berdarah Jawa Timur itu dan TR telah ada sidang isbat nikah dengan penetapan No.28/Pdt.P/1999/PaJs, 26 Januari, 2000. SSS mengaku sebagai isteri kedua.
SSS di hari kematian TR, sejak pukul 15 meninggalkan rumah, berhubung ada acara di kantor. Putera pertama SSS, Andrew Baskoro, juga sedang di kantor, sementara anak kedua, Brandon Cahyadhuha, berada di Australia.
“Pernikahan” inilah kini menjadi perkara.
Dominan dari sebelas adik TR, kini mengajukan gugatan pembatalan isbat pernikahan pernah terjadi antara SSS dan TR. Gugatannya pun secara perdata sudah diajukan ke Pengadilan Agama Jakarta Selatan, melalui pengacara Lifa Malahanum.
Sementara secara pidana telah mereka laporkan ke Bareskrim Mabes Polri dengan lapor No. LP/B/1626/XII Dese 2018, pasal 263, 264, 266 dan 372 serta 378 KUHP tentang perbuatan penggunaan dokumen palsu, penggelapan dan penipuan, dengan terlapor SSS, Andrew Baskoro dan Brandon Chayadhuha.
Mengapa menjadi bersengketa?
Konon warisan.
Aset dan kekayaan ditinggalkan TR dalam verifikasi kami di Iwan Piliang Center (IPC) mencapai lebih Rp 10 triliun. Di lokal saja diduga lebih dari Rp 2 triliun, termasuk tiga kapling yang telah dibangun bangunan besar mewah dan sebuah apartment di Bukit Golf, Pondok Indah, Jakarta Selatan -- sekaplingnya bernilai di atas Rp 150 miliar.
Villa mewah dan lahan luas di Bali, Jogja, Bogor, Puncak, NTB dan Jakarta. Sementara rekening di luar negeri menurut verifikasi tim IPC, mencapai lebih US $ 500 juta di beberapa rekening bank di Singapura dan Swis.
TR pun meninggalkan perusahaan masih berjalan antara lain PT Ciskada Perkasa, pengembang perumahan Taman Cikas; PT Imani Prima, dibidang IT dan Teknologi; PT Avia Jaya Indah, Cleaning Service interior pesawat; PT Imani Wicaksana, Exclusive Sole Agent dari KOSAN Industires Private Limited, Mumbai, India.
Bergerak dalam produksi LPG Regulator, LPG Cylinder Valves, Automobile Products for CNG Auto Kit, Industrial Gas Cylinder Valves dan LPG Filling StationEquipment. Juga PT Tawang Swasti Rawikara, setidaknya holding bagi 17 perusahaan, mulai dari industri otomotif, multi media dan distribusi. Beberapa list sempat saya verifikasi.
Melalui perusahaan-perusahaan itu, jejak akses dan kepiawaian TR kental adanya, berkait ke know how, pengalaman semasa di ABRI, TNI AU, juga beragam aksesnya di kancah global.
Saya sendiri, pada 1999, pernah bekerja di perusahaan public relation milik M. Suparno, mantan Dirut Garuda Indonesia PT GDN. Kami menempati kantor PT Pasir Wangun, property, di mana Suparno dan Teddy Rusdy pemegang sahamnya. Dan masih ingat bagiman sepak terjang cerita bisnis TR kala itu.
Kini “penguasaan asset” besar oleh SSS dan kedua anaknya, tentulah tidak menjadi masalah bila memang fakta waris demikian. Akan tetapi, kisah menjadi berbeda. Adik-adik TR meragukan kedua anak SSS ayahnya TR.
Kita akan melihat “drama” ini di pengadilan terbuka untuk umum. Saya menjadi teringat kasus lama di Pertamina dulu, perebutan kekayaan warisan Alm. Hajji Tahir, dengan isteri dan ahli warisnya.
Siapakah Sri Suryati Soetardjo (SSS)?
Dari penelusuran saya di social media, di Facebook dan Instagram, ia memakai nama @Bthari_Sri. Di dalam pewayangan Dewi Sri; Cantik. Mulia. Dua kata itu melekat kental sebagai personifikasi Dewi Sri; pemurah-hati, baik budi, sabar, bijaksana, penjaga kelestarian dunia.
Masih di pewayangan, Dewi Sri punya tiga adik kandung; Sadana, Wandu dan Oya. Bersama Sadana, Sri dianggap titisan Betari Sri Widowati, neneknya, sakti mandraguna, dewa kemakmuran hasil bumi. Dewi Sri, Dewi Padi. Adiknya, Sadana, Dewa hasil bumi lain; umbi-umbian, sayuran dan buah buahan.
Apakah SSS mewakili personifikasi pewayangan?
Pekan lalu saya mengirim pesan melalui Whats App, kepadanya. Mengkonfirmasi indikasi kedua anaknya bukanlah TR ayahnya. Juga soal gugatan pembatalan isbah pernikahan dilayangkan kepadanya. Ia menjawab langsung selang empat menit kemudian, mengabarkan sedang di Jogja dan akan terus ke Jawa Timur serta sekembali ke Jakarta akan menghubungi saya.
Dari verifikasi saya, nama Soetardjo di belakang nama Sri Suryati, adalah ayah kandungnya, konon dikenal sebagai tokoh spiritual di Lamongan, Jawa Timur.
Sudjiwo Tedjo, dalang nyentrik -- ketika saya masih tampil di ILC, Tv One, beberapa kali semeja dengannya - - sampai-sampai menulis buku bersampul lukisan Sri Hady, sosok Sri, berjudul *Kang Mbok,* Sketsa Kehidupan Sri Teddy Rusdy, 2013. Buku itu diterbitkan Yayasan Kertagama.
Tony Prasetyo dalam blog-nya menulis, 2014 “Bagi saya, membaca buku Kang Mbok asik, lucu tapi sarat makna, Mbah Tejo seakan bercerita ringan saja mengalir dari halaman ke halaman sampai usai. Banyak pelajaran penting bisa diambil dari kehidupan Kang Mbok ini.
Seperti satunya kata dan perbuatan Kang Mbok tentang sembah rasa yang di tweet @sudjiwotedjo: Kamulyaning urip kuwi dumunung ono ing tentreming ati...(Kebahagian hidup berpangkal dari hati tenteram...).
SSS memang punya perhatian besar kepada pewayangan. Ia tercatat penguji untuk S3 Filsafat Wayang di UGM dan sebagai Dosen Tidak Tetap di FIB UI. Saya sengaja mem-*bold,* tulisan Tony di atas, *satunya kata dan perbuatan Kang Mbok.*
Senin, 9 September di pukul 6.50 pagi saya mengirim peasan WA ke SSS, mengkonfirmasi ihwal sebelas adik TR mengajukan gugatan pembatalan isbat pernikahan juga indikasi pidana ke Mabes Polri.
Di pukul 08.13 ia membalas dengan mengatakan sudah kembali Minggu kemarin, dan langsung melaksanakan pengajian rutin di rumah, dan kemarin itu sangat sibuk karena mengajar hingga petang. “Sampai tanggal 11 saya masih sangat sibuk komitmen dalam beberapa acara,” tulisnya.
Di WA ia pun menyertakan satu foto bersama anak yatim piatu, di depan kediamannya, juga diunggah di Instagram. Dan, ini: ia menyebutkan juga adik almarhum suami, Hilma dan beberapa turut serta di acara itu. Agaknya untuk menyanggah saya, karena menyebut kesebelas adik TR menggugat.
Hilma adalah adik bontot TR, anak nomor 12. Beberapa sosok lain ia sebuat ada itu, dalam penelusuran wajah, terlihat Else, isteri almarhum Emil Rusly, adik keenam TR. Dari 12 bersaudara, empat adik TR sudah berpulang; Schobi Amin, Chaerani, anak ketiga dan empat, Emil Rusly dan Erwin Rumawi, putera ketujuh dan sembilan.
Pada pukul 10.43 saya mengirim pesan kembali kepada SSS, mengajukan dua pertanyaan; apakah benar kedua putera secara genetik anak kandung Alm., Teddy Rusdi (TR), dan apakah indikasi pidana saat ini kasusnya ada di Bareskrim Mabes Polri, bagaimana Ibu menanggapinya? Pada 11.18 ia membalas singkat, “Sebentar saya sedang mengajar.”
Siangnya pada 13.15 SSS mengirim pesan; Mengenai hal tersebut sudah menjadi materi dalam legal action pihak Dirwan cs, silakan konfirmasi ke pihak kepolisian dan pengadilan. Kami sebagai terlapor/tergugat telah memberikan klarifikasi dan keterangan secara clear di dalam proses hukum. Kami menyiapkan upaya hukum balik atas fitnah dan pencemaran nama baik.
Dirwan dimaksud adalah Dirwan Razak adik kesembilan TR.
Saya membalas meminta ijin mengutip hal di atas.
Penelusuran saya, di tiga tahun terakhir menjelang bercerai dengan isteri pertamanya, tepatnya sekitar 1996, TR hidup serumah dengan Sri Suryati Soetardjo, atau @Bthari_Sri (SSS). Kala itu ia telah memiliki anak, Andrew Baskoro, berusia 11 tahun.
Dari keterangan sumber saya himpun, termasuk penjelasan Wahyu Rasyid, adik kandung nomor 11 TR, pada 1989 sampai 1990 ia telah terlebih dahulu menjalin hubungan dekat dengan Sri. Wahyu menyatakan, “Andrew bukan anak TR, dan di 1989, Andrew masih 4 tahun.”
Dalam penelusuran saya, ayah kandung Andrew bernama JJP, pada 1989, masih bekerja di BDN (Bank Dagang Negara) Wisma Indocement Blora Sudirman.
Sejak TR serumah dengan SSS dan dikemudian hari “mengaku menikah”, komunikasinya dengan 11 adik dan kedua orang tua TR sempat terputus.
Sebagian besar keluarga TR mengatakan tidak pernah terjadi pernikahan SSS dan TR.
Setelah TR berpulang, verifikasi kami di IPC, menemukan SK KUA Cicurug nomor 605/KUA.10.02.24/Pw.0109/2018, Sukabumi, pernikahan TR dan SSS, 8 April 1985, dan menduga surat pernyataan ahli waris dari Kelurahan Pondok Pinang, berdasarkan dokumen palsu.
Melalui kuasa hukumnya Reksowibowo Pramono Made, SSS mengajukan permohonan Waris ke Pengadilan Agama, Jakarta Selatan. Dan ditetapkan oleh Pengadilan Agama dengan nomor 0333/Pdt.P/PA.JS tahun 2018.
SSS memiliki anak kedua, Brandon Chayadhuha, lahir 23 Februari 1997. Anehnya, di dokumen tertulis kami verifikasi tanggal dan bulan lahirnya sama dengan anak pertama, Andrew Baskoro, dan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil DKI Jakarta, nomor: 3639/-1.755.21, tidak tercatat.
Belakangan, informasi kami dapatkan Disdukcapil telah menerbitkan akte baru yang kedua atas nama Brandon Cahyadhuha, menjadi permasalahan hukum baru lagi. Bareskrim sedang meneliti dugaan pidana atas kasus ini sebagaimana Laporan Polisi tertanggal 16 Desember 2018 tahun lalu.
Maka adalah wajar, sebagian besar adik TR, mempersoalkan perihal penguasaan waris itu.
Dari pihak keluarga besar adik TR, mereka menduga jika anak pertama dan anak kedua, bukan anak kandung TR walau tertera dalam akte kelahiran sebagai anak kandung TR.
Mereka mengajukan laporan ke polisi ke Bareskrim melalui Pengacara sama, Lifa Malahanum dari Malahanum Ibrahim & Partners Law Firm demi upaya pengujian tes DNA, karena secara dokumen mulai dari buku nikah, isbat nikah, akta kelahiran diduga sudah dipalsukan atau dibuat berdasarkan dokumen palsu, hingga kini proses hukum masih berlangsung.
Saya mencoba menghubungi Mabes Polri, kebetulan mendapatkan kabar bahwa Kombes Agus Nugroho, Wadir, menangani kasus ini. Kebetulan saya pernah bertemu dengannya atas referensi Brigadir Jend., Alex Sampi, untuk sebuah kasus tanah sedang saya advokasi.
Akan tetapi WA dan juga beberapa kali kontak telepon, ia tak mengangkat. Dan befruntung pada pukul 12.03, ia membalas telepon. Saya meminta waktu untuk bertemu, mengingat pada 12 September 2019 persidangan soal pembatalan isbat nikah berlanjut di Pengadilan Jakarta Selatan.
Sayangnya Agus harus keluar kota, ia berjanji baru akan memberikan waktu pekan depan. Menjadi Tanya di benak saya mengapa persoalan di Bareskrim, seakan lambat bergerak untuk kasus ini?
Dalam tenggang waktu dari Desember 2018, pelaporan oleh keluarga adik TR, diduga telah terjadi penjualan asset lahan warisan di Lombok senilai Rp 59 miliar. Ruko di Kalimalang, Jakarta Timur senilai Rp 6 miliar.
Belum lagi pengambilan dana di rekening bank Bank Mandiri Pondok Indah Mall, nomor 101-00806564**, Bank Mandiri Ampera Raya, Rek: 129-00-88001**, dua rekening dari lima saya verifikasi.
Mengingat besarnya harta warisan, dalam taksasi kasar kami di IPC, tak kurang dari Rp 10 triliun ditinggalkan oleh James Bond 007 Indonesia ini. Aset itu secara administratif kini berusaha dikuasai total oleh @Bthari_sri dan kedua anaknya, memang menjadi persoalan.
Dan ini ujian besar bagi SSS. Ia telah menempatkan figur Dewi Sri, begitu mulia personifikasinya dalam pewayangan itu sebagai jadi dirinya dengan menyebut diri @Bthari_Sri di Sosmed.
Sebagian besar adik-adik TR saya temui, mengatakan tak ingin merebut segenap harta waris TR. Mereka ingin menegakkan kebenaran waris sebagaimana jelas diatur dalam kitab suci Al Qur’an dan hukum positif guna kebenaran hakiki.
Saya juga menyimak banyak sosok intel telah purna tugas kini dan keluarganya hidup berbeda dengan masa lalu saat jasanya masih diperlukan oleh negara, menjadi alasan keluarga adik TR berjuang menguak kebenaran waris kini.
Sebagai sosok aktif sebagai private investigator, satu dua saya mengenal mereka para intelijen itu, hidup dalam keprihatinan. Saya pernah menjadi mentor untuk penulisan features di Puspen, Mabes TNI, sebagai anggota dari Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), juga punya pengalaman pada 2015 menjadi salah satu pembicara di Sesko TNI, Bandung, kala itu bersama Jend Purn. Kiky Syahnakri.
Dari berkomunikasi intens itu, memberikan pemahaman kepada saya akan figur intelijen di militer. Atas dasar itu pulalah saya melakukan verifikasi kasus ini, agar kebenaran adalah kebenaran.
Toh pada akhirnya ini sebagai ujian kalimat di buku Sudjiwo Tedjo tentang Kang Mbok; benarkah satunya kata dengan perbuatan? Dalam khasanah ini, pihak penegak hukum dan keadilan ditunggu segenap warga se-Indonesia menuntaskannya.
Toh kita sudah berada di alam reformasi, bukan bak di sikon era kasus warisan Alm. Haji Tahir, Pertamina, silam, kemudian senyap. Cukuplah TR pergi dalam kesendirian, tapi semoa ia bisa tenang di alam sana. Kita tunggu bagaimana kelanjutannya.
Penulis : Iwan Piliang