JAKARTA - Memasuki sidang tuntutan jaksa penuntut umum terhadap kasus suap M.Yusuf yang melibatkan tersangka CH dan dua orang penyidik kejaksaan RZ dan FT kembali digelar di pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (4/8/2020)
Dalam proses pemeriksaan awal diketahui bahwa dalam perkara ini CH yang diduga sebagai kaki tangan atau orang suruhan dari terdakwa penyidik kejaksaan RZ dan FT yang mengaku dan bersedia menjadi Justice Colaborator supaya mendapatkan hukuman yang ringan.
Namun dalam proses penyidikan sampai berjalannya persidangan diketahui CH tetap konsisten untuk membuka permasalahan ini untuk membantu JPU yang menangani perkara yang dijalaninya.
CH mendukung penuh terhadap persidangan dan proses pembuktian oleh Penuntut umum serta tetap kooperatif dan menguak fakta pada Kasus tersebut.
Selama proses persidangan CH tetap kooperatif dan juga mengajukan permohonan sebagai Justice Colaborator (JC). Tetapi ibarat pribahasa yang mengatakan bagai pungguk merindukan bulan "Mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin terjadi, hal inilah yang terjadi pada Klien saya.
Sidang hari ini Jaksa Penuntut Umum membacakan tuntutannya kepada CH selama 4 Tahun 6 bulan, bahkan Tuntutan Hukuman yang diterimanya sama dengan 2 (dua) Terdakwa lainnya yaitu RZ dan FT yang Notabene merupakan Pegawai negeri atau penyelenggara negara dimana RZ dan FT tidak mengakui perbuatan mereka, sedangkan CH bersikap koperatif.
Saat dimintai keterangannya oleh wartawan, Kuasa Hukum CH, Suaris Firdaus Sembiring, SH, setelah mendengar tuntutan yang dibacakan oleh JPU tersebut menyampaikan kekecewaannya karena menurutnya dalam Penerapan pasal 12 huruf e UU No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat satu KUHP, yang dijadikan dasar tuntutan pada CH, JPU dianggap salah dan pasal ini tidak memenuhi unsur.
Lanjut Suaris, saya anggap terlalu dipaksakan, pasal tersebut, karena jelas jelas subjeknya pegawai negeri atau penyelenggara negara, CH itu status pekerjaannya apa sih? Jaksa bukan, hakim bukan, Klien saya itu hanya seorang swasta. pasal yang diterapkan itu jelas jelas ngawur, saya analogi kan seperti peristiwa pidana perbankan di sebuah Bank yang dilakukan oleh A selaku pegawai bank dan B bukan pegawai bank dimana pegawai bank tersebut yaitu si A didakwa dan dituntut dengan pasal 48 UU perbankan jo Pasal 55 Kuhp (1) ,
Apakah pasal yg di gunakan kepada si B? Terhadap dia di kenakan pasal konvensional yaitu pasal 378 atau 372 KUHP jo Pasal 55 (1) kuhp. Mengapa, karena pasala 48 UU perbankan dalam unsurnya hanya untuk pegawai, direktur atau komisaris bank tsb, dan tidak bisa di kenakan kepada org lain. Bahwa pasal 55 kuhp yaitu turut sertanya tidak dapat mengeneralisir unsur dari pasal pidana pokoknya. Sehingga unsurnya harus sesuaikan dengan fakta. Apabila satu unsur tidak terbukti, maka dakwaan dinyatakan gugur.
Kepada Wartawan juga Suaris Firdaus Sembiring, SH, sebagai Kuasa Hukum CH merasa dilematis dalam persidangan yang dialami kliennya, CH, yang dituntut dengan pasal 12e tipikor, yang menurut Suaris tidak nyambung dengan Substansi Orang yang diperkarakan.
"CH ASN bukan, jaksa bukan, penyelenggara Negara bukan. Kok tidak cermat sekali JPU dalam menerapkan pasal keoada Klien kami? ditambah lagi Klien kami CH di tuntut dengan pidana penjara yang sama dengan Terdakwa lain, Kita harus kembali pada tujuan hukum yaitu kepastian hukum dan terciptanya rasa keadilan," pungkas Suaris.
Kepada Hakim, Suaris Firdaus Sembiring, SH, mengharapkan adanya pertimbangan dalam memutuskan perkara ini dan kiranya semoga Hakim dapat memutus dengan benar. (ril/rommy)