Gema Jakarta, Konferensi Wilayah Nahdlatul Ulama (Konferwil NU) DKI Jakarta dihelat mulai hari ini Jum'at 2 - 4 April 2021 dihotel Sultan, Jakarta Pusat. Nama - nama kandidat bertebaran bak jamur dimusim hujan mulai dari birokrat, politisi, ulama, maupun aktivis yang semuanya mengaku kader NU.
Perhatianpun beralih kepada Pimpinan Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) se - DKI Jakarta yaitu Jakarta Barat, Timur, Selatan, Utara, Pusat dan Kepulauan Seribu yang punya hak suara memilih siapa, baik untuk jabatan ketua Tanfidziah maupun Syuriah. Siapa yang akan terpilih sepenuhnya PCNU punya hak penuh untuk menentukan.
Alih - alih memilih nahkoda NU DKI Jakarta, kita lebih sering fokus pada latar belakang sang calon seperti disebutkan diatas, kita lupa pada rekam jejak dan kecenderungan pemikiran ideologi seorang calon ketua.
Apa benar yang bersangkutan NU sepenuhnya, baik secara fikroh (pola pikir), harakoh (gerakan, ekspresi dari cara pikir),
sekali lagi benarkah NU secara kaffah atau NU beraneka rasa, atau NU rasa nano - nano.
Harus jelas dan clear dulu soal yang satu ini.
Oleh karenanya Konferwil dianggap sukses apabila mampu secara ketat memilih pengurus yang secara ideologis terbebas dari ormas terlarang seperti FPI, PA 212, HTI dan ormas intoleran lainnya.
Selama ini mereka memang ada didalam tubuh NU, tapi bukan membuat sehat, malah bikin penyakit. bagaimana tidak, mereka secara masif "menghantam" tokoh - tokoh NU begitu gencarnya demi memenuhi "pesanan" politik ormas intoleran yang se - ideologi dengannya. De jure mereka NU, De facto Adalah FPI dan sejenisnya.
"Menghantam" NU dari dalam memang punya efek dan dampak psikologis tersendiri, orang akan lebih percaya karena yang bicara adalah orang dalam. Disisi lain, mereka menikmati dan banyak memperoleh "berkah" karena posisi distruktur NU. Sekali lagi secara De fakto NU, De jure FPI atau ormas intoleran lainnya.
Sesungguhnya mereka tidak lebih dari benalu yang hanya menumpang hidup sekaligus menggerogoti pohon yang ditumpanginya. Sayangnya banyak kader NU yang tidak bisa membedakan mana pohon mana benalu, sehingga mereka menganggap hantaman bertubi - tubi kepada tokoh - tokoh NU yang tidak sepaham sebagai dinamika organisasi semata.
Lebih parah lagi kita masih saja memamerkan sikap kooperatif kepada mereka yang telah secara jelas merongrong kewibawaan Organisasi Nahdlatul Ulama.
Sudah waktunya berani tegas dengan memotong benalu yang menghinggapi pohon besar yang bernama NU demi wibawa organisasi dan kebesaran Nahdlatul Ulama.
Selamat Konferwil PWNU DKI Jakarta XX. (Komar)