KOMPAS FAJAR |
JAKARTA - Praktik politik uang dalam kontestasi politik menjadi lumrah karena sudah membudaya, mempengaruhi sistem politik demokrasi, dan pada akhirnya menjadi sebab politik berbiaya tinggi
Politik uang di Indonesia lebih dikenal sebagai Serangan Fajar. Serangan fajar sendiri dapat diartikan sebagai pemberian uang, barang, jasa atau materi lainnya yang dapat dikonversi dengan nilai uang di tahun politik atau saat kampanye menjelang PEMILU.
"Untuk mencegah hal demikian terjadi, maka kami dari Komunitas Pencegahan Anti Serangan Fajar (Kompas Fajar) akan sesegera mungkin mendeteksi pencegahan sejak dini terkait adanya serang fajar saat pencoblosan," ujar Heri Haerudin, S. Kom, Sekjen KOMPAS FAJAR.
"Serangan Fajar" atau istilah populer dari politik uang berdasarkan Pasal 515 dan Pasal 523 ayat 1-3 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Pasal 187 A ayat 1 dan 2 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada bahwa bentuk serangan fajar tidak terbatas pada uang.
Namun, juga dalam bentuk lain seperti paket sembako, voucher pulsa, voucher bensin, atau bentuk fasilitas lainnya yang dapat dikonversi dengan nilai uang di luar ketentuan bahan kampanye yang diperbolehkan sesuai dengan Pasal 30 ayat 2 dan 6 Peraturan KPU (PKPU) nomor 8 Tahun 2018.
Hal senada juga disampaikan H. Agus Jajuli, ST, selaku Ketua KOMPAS FAJAR, bahwa prinsip pemilihan umum adalah jujur dan adil. Serangan fajar merupakan sebuah tindak pidana yang bertolak belakang dengan nilai jujur karena bertujuan "membeli suara" atau mempengaruhi kita agar mengubah pilihan sesuai dengan pilihan pemberi.
Serangan fajar menjadi salah satu pendorong terjadinya korupsi karena pihak pemberi akan melakukan berbagai cara yang melanggar aturan, termasuk melakukan korupsi demi untuk mebgembalikan modal (uang) yang dibagi-bagikan saat serangan fajar di masa kampanye.
"Kita sebagai pemilih harus menggunakan hak suara sesuai dengan hati nurani. Jangan mau suara kita tergadaikan hanya karena uang. Pilihan kita adalah hak kita sebagai warga negara," tegas H. Agus Jajuli, ST atau biasa disapa Ajoy.
"Serangan fajar tidak sesuai dengan nilai-nilai antikorupsi yaitu nilai jujur, adil dan tanggung jawab. Kita harus berani menolak atau menghindari serangan fajar supaya kita bisa bebas memilih sesuai hati nurani dan mencegah terjadinya korupsi," tutup Ajoy sapaan akrab H. Agus Jajuli. (ril)